Gejala COVID-19 terkadang dapat bertahan selama berbulan-bulan. Virus ini dapat merusak paru-paru, jantung, dan otak, yang dalam jangka panjang dapat meningkatkan resiko masalah dalam kesehatan.
Kebanyakan orang yang terpapar Coronavirus 2019 (COVID-19) pulih sepenuhnya hanya dalam beberapa minggu. Tetapi ada sebagian orang – bahkan mereka yang terpapar ringan – masih terus merasakan gejala bahkan setelah mereka dinyatakan pulih.
Orang-orang ini terkadang menggambarkan diri mereka sebagai penyintas “Long COVID-19″ dan kondisinya disebut sindrom pasca-COVID-19 atau “COVID-19 panjang”. Gejala ini dianggap sebagai efek dari COVID-19 yang bertahan selama lebih dari empat minggu setelah didiagnosis dengan virus COVID-19.
Orang lanjut usia dan orang yang memiliki kondisi medis serius (komorbid) lebih rentan dan lebih mungkin mengalami gejala COVID-19 yang berkepanjangan, tetapi banyak juga orang muda penyintas COVID-19 yang telah dinyatakan sehat masih dapat merasakan gejala yang sama selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan setelah terpapar. Beberapa tanda dan gejala umum komplikasi pasca covid yang diamati setelah pemulihan antara lain:
- Nyeri tubuh, nyeri sendi atau sakit kepala
- Gula darah tinggi (hiperglikemia)
- Demam
- Kelelahan, perasaan lelah atau kekurangan energi
- Kehilangan indra rasa atau bau
- Sesak napas atau kesulitan bernapas
- Batuk atau nyeri dada
- Diabetes awal
- Myalgia (nyeri otot) untuk waktu yang lama
- Ketidakmampuan untuk fokus atau kesulitan berpikir atau kurangnya kejernihan mental (kabut otak)
- Detak jantung cepat atau cepat (jantung berdebar-debar)
- Insomnia, gangguan kecemasan atau depresi
- Pusing saat berdiri dari posisi duduk atau saat berbaring (hipotensi ortostatik)
- Benjolan merah atau ruam pada bagian kulit yang rata dan merah (ruam makulopapular)
- Gejala yang memburuk setelah aktivitas mental atau fisik
Penyebab Sindrom Post-COVID / COVID Panjang
Saat ini, para peneliti masih belum dapat menentukan penyebab yang terkait dengan efek jangka panjang dari virus Corona, berdasarkan laporan terbaru, kemungkinan penyebab Covid-19 yang berkepanjangan yang diidentifikasi pada pasien yang telah sembuh dari COVID-19 dapat mencakup:
- Berkurang atau kurangnya respons dari sistem kekebalan tubuh
- Infeksi ulang virus
- Sindrom inflamasi multisistem (MIS – Multisystem inflammatory syndrome)
- Rawat inap yang berkepanjangan karena tingkat keparahannya
- Stres pasca-trauma (Post-traumatic stress)
Sesuai data terbaru dari penyintas SARS-CoV-2, 30-40% di antaranya memiliki infeksi sekunder, penyintas infeksi COVID-19 akut lebih beresiko tinggi terkena infeksi bakteri, infeksi jamur, atau komplikasi lainnya. Namun, infeksi sekunder ini tidak menjelaskan konsekuensi persisten dan berkepanjangan dari infeksi sebelumnya pada COVID-19 pasca-akut.
Kerusakan Organ Yang Disebabkan Oleh COVID-19
Meskipun COVID-19 dianggap sebagai penyakit yang terutama menyerang paru-paru, penyakit ini juga dapat merusak banyak organ tubuh lainnya. Kerusakan organ ini dapat meningkatkan resiko masalah kesehatan jangka panjang. Kerusakan organ yang mungkin terkena COVID-19 antara lain:
- Jantung – Dari hasil tes pencitraan (imaging test) yang diambil berbulan-bulan setelah pemulihan dari COVID-19 menunjukkan adanya kerusakan permanen pada otot jantung, bahkan pada orang yang hanya mengalami gejala COVID-19 ringan. Hal ini dapat meningkatkan resiko gagal jantung atau komplikasi terkait jantung lainnya yang dapat mengancam jiwa di masa depan.
- Paru-paru – Pneumonia yang diakibatkan oleh COVID-19 dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang pada kantung udara (alveoli) di paru-paru. Jaringan parut yang ditimbulkan juga dapat menyebabkan masalah pernapasan jangka panjang.
- Otak – Banyak laporan di mana orang muda dengan COVID-19 juga mengalami gejala neurologis termasuk kelemahan otot, kesemutan atau mati rasa (kebas) di tangan dan kaki, dan akhirnya dapat menyebabkan kelumpuhan (sindrom Guillain-Barré), pusing, pingsan mendadak, kebingungan, delirium , kejang, dan stroke. COVID-19 juga dapat meningkatkan risiko terkena penyakit Alzheimer dan penyakit Parkinson.
- Ginjal – Pasien yang terkena COVID-19 dapat mengalami kehilangan fungsi ginjal secara tiba-tiba, yang dikenal sebagai cedera ginjal akut. Dialisis mungkin diperlukan pada kasus yang parah, tetapi jenis kerusakan ginjal ini terkadang dapat pulih. Orang dengan penyakit kronis ginjal (CKD – Chronic Kidney Disease) berisiko lebih tinggi mengalami gejala parah pasca pemulihan COVID-19. Jadi, penting untuk mengambil semua tindakan pencegahan yang diperlukan untuk mencegah timbulnya infeksi.
Beberapa orang dewasa dan anak-anak juga mengalami sindrom inflamasi multisistem (mulisytem inflammatory syndrome) setelah mereka terpapar COVID-19. Dalam kondisi ini, terjadi peradangan yang cukup parah pada beberapa organ dan jaringan tubuh.
Pembekuan Darah dan Masalah Pembuluh Darah
COVID-19 dapat membuat sel darah menjadi lebih pekat, menggumpal dan membentuk gumpalan. Sementara gumpalan besar dapat menyebabkan serangan jantung dan stroke, sebagian besar kerusakan jantung yang disebabkan oleh COVID-19 diyakini berasal dari gumpalan yang sangat kecil yang menyumbat pembuluh darah kecil (kapiler) di otot jantung.
Bagian lain dari tubuh yang juga mungkin mengalami penggumpalan darah termasuk paru-paru, kaki, hati dan ginjal. COVID-19 juga dapat melemahkan pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya kebocoran, yang berkontribusi pada masalah yang berpotensi bertahan lama pada kerusakan hati dan ginjal.
Masalah Gundah dan Kelelahan
Orang yang memiliki gejala COVID-19 yang parah harus dirawat di unit perawatan intensif rumah sakit, dan membutuhkan bantuan mekanis seperti ventilator untuk bernafas. Pengalaman ini cenderung membuat seseorang lebih rentan dalam merasakan sindrom stres pasca-trauma, depresi, dan kecemasan di kemudian hari.
Karena sulitnya dalam memprediksi akibat jangka panjang dari virus COVID-19 yang masih baru, para ilmuwan membandingkan efek jangka panjang yang ditunjukkan oleh virus sejenis, seperti virus yang menyebabkan sindrom pernapasan akut parah (SARS).
Banyak orang yang setelah pulih dari SARS masih terus merasakan sindrom kelelahan kronis, yaitu gangguan kompleks yang ditandai dengan kelelahan ekstrem yang memburuk dengan aktivitas fisik atau mental, tetapi tidak membaik dengan istirahat. Hal yang sama mungkin juga berlaku untuk orang yang terpapar COVID-19.
Banyak Efek COVID-19 Jangka Panjang Yang Masih Belum Diketahui
Meskipun penelitian lebih lanjut masih terus berlangsung, namun masih banyak yang belum diketahui tentang bagaimana COVID-19 akan mempengaruhi orang dari waktu ke waktu. Para peneliti merekomendasikan agar dokter memantau dengan cermat orang yang pernah terpapar COVID-19 untuk melihat bagaimana organ mereka berfungsi setelah pemulihan.
Banyak pusat medis besar mulai membuka klinik khusus untuk memberikan perawatan bagi orang-orang yang memiliki gejala persisten atau penyakit terkait setelah mereka pulih dari COVID-19.
Penting untuk diingat bahwa kebanyakan orang yang terpapar COVID-19 dapat pulih dengan cepat. Tetapi potensi masalah kesehatan jangka panjang dari COVID-19 dianggap lebih penting untuk menekan penyebaran COVID-19 dengan mengikuti tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan termasuk memakai masker, menjaga jarak sosial, menghindari keramaian/kerumunan, mendapatkan vaksin jika tersedia dan selalu menjaga kebersihan tangan.
Leave a Reply